Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor U-287 Tahun 2001
oleh
tentang
Pornografi dan Pornoaksi
Tahun 2001
Dari Wikisource bahasa
Indonesia, perpustakaan bebas
NOMOR : U-287 TAHUN
2001
Bismillahirohmanirohimi
Komisi Fatwa Majelis
Ulama Indonesia, setelah :
MENIMBANG :
1. Bahwa pornografi dan
pornoaksi serta hal-hal lain yang sejenis akhir-akhir ini semakin merebak tanpa
batas dan tersiar secara luas di tengah-tengah masyarakat, baik melalui media
cetak dan elektronik, media komunikasi moderen, maupun dalam bentuk perbuatan
nyata;
2. bahwa dalam pandangan
ajaran Islam dan akal sehat, pornografi dan pornoaksi menimbulkan banyak dampak
negatif bagi umat Islam khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya, terutama generasi
muda, baik terhadap perilaku, moral (akhlak), serta tatanan keluarga dan
masyarakat beradab.
3. bahwa membiarkan
pornografi dan pornoaksi serta hal-hal lain yang sejenis terus berkembang akan
berakibat pada kehancuran bangsa dan karena itu, perlu segera dilakukan
upaya-upaya penghentiannya.
4. bahwa oleh karena itu,
Komisi Fatwa memandang perlu segera menetapkan fatwa tentang pornografi dan
pornoaksi serta hal-hal lain terkait lainnya, untuk dijadikan pedoman.
MENGINGAT :
1.
Firman Allah SWT :
"Dan jangalah
mendekati zina; sesungguhnya zina adalah syuatu perbuatan yang keji dan jalan
yang buruk " (QS. al-Isra' [16]: 32).
2.
Firman Allah SWT (QS. an
Nur [24]: 30-31) ;
"Katakankanlah
kepada orang laki-laki yang beriman:'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat'. Katakanlah kepada
wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera
suami mereka, atau
saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka atau
putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hali orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung'."
Firman Allah SWT (QS.
al-Ahzab [33]: 59);
"Hai Nabi !
Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka'.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. Dan allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
1. Hadis Nabi riwayat
Imam Nasa’I dan Ibn Majah :
“Jika aku perintahkan
kepadamu suatu hal, kerjakanlah semampunya; dan jika aku melarang kamu
(melakukan) sesuatu, jauhilah.”
2. Hadis Nabi riwayat Ibnu
Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari
Yahya :
“Tidak boleh membahayakan
diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain”
3. Qaidah Fiqh:
“Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat”.
MEMPERHATIKAN :
1. Keputusan Munas MUI VI
Tahun 2000
2. Pendapat dan saran
peserta rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, 5 Mei 2001.
3. Pendapat dan saran
peserta rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, 12 Mei 2001.
Dengan memohon taufiq dan
hidayah kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN :
Pertama : Hukum
1. Melakukan hubungan
seksual di luar pernikahan yang sah (zina) adalah haram.
2. Berbuat intim,
berdua-duaan, dan perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan/atau mendorong
melakukan hubungan seksual di luar pernikahan yang sah, antara laki-laki dengan
perempuan yang tidak terikat dalam pernikahan yang sah adalah haram.
3. Memperlihatkan aurat,
yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan bagian tubuh
selain muka, telapak tangan, dan telapak kaki bagi perempuan adalah haram.
4. Memakai pakaian ketat
yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh bagi perempuan, di hadapan laki-laki yang
bukan suami atau mahramnya adalah haram.
5. Menggunakan kosmetika
yang dapat membangkitkan nafsu birahi laki-laki yang bukan suaminya, bagi
perempuan, adalah haram.
6. Menggambarkan, secara
langsung atau tidak langsung, tingkah laku secara erotis, baik dengan lukisan,
tulisan, suara maupun ucapan yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah
haram.
7. Melakukan suatu perbuatan
dan/atau suatu ucapan yang dapat mendorong terjadinya perbuatan sebagaimana
dimaksud angka 1 dan 2 adalah haram.
8. Membiarkan diri yang
terbuka auratnya atau berpakaian ketat sebagaimana dimaksud angka 3 untuk
diambil gambarnya, baik untuk dicetak atau divisualisasikan, dan gambarnya
tersebut akan diperlihatkan kepada laki-laki yang bukan suaminya adalah haram.
9. Melakukan pengambilan
gambar sebagaimana dimaksud angka 8 adalah haram
10. Melakukan hubungan
seksual di hadapan orang, membiarkan diri yang sedang melakukan hubungan
seksual atau adegan seksual untuk diambil gambarnya, melakukan pengambilan
gambar hubungan seksual atau adegan seksual, melihat hubungan seksual atau
adegan seksual adalah haram.
11. Memperbanyak,
mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau memperlihatkan gambar, baik
cetak atau visual, orang yang terbuka auratnya, perempuan berpakaian ketat
sebagaimana dimaksud angka 4, atau gambar hubungan seksual atau adegan seksual
adalah haram.
12. Membantu dan/atau
membiarkan tanpa pengingkaran perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas
adalah haram.
13. Memperoleh uang,
manfaat, dan/atau fasilitas dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas
adalah haram.
Kedua : Hukum
Khusus
1. Melihat gambar, baik
cetak atau visual, orang yang sedang melakukan hubungan seksual atau adegan
seksual bagi pasangan suami istri yang benar-benar tidak dapat melakukan
hubungan seksual kecuali dengan melihat gambar tersebut, adalah wajib.
2. Melihat orang yang
sedang melakukan hubungan seksual atau adegan seksual bagi pasangan suami istri
yang benar-benar tidak dapat melakukan hubungan seksual kecuali dengan melihat
hubungan atau adegan tersebut, adalah haram.
Kedua : Sanksi
(Hukuman)
1. Sanksi yang diancamkan
atas orang yang melakukan perbuatan haram sebagaimana dimaksud angka 1 bagian
pertama adalah hadd, yakni hukuman rajam (dilempar dengan batu hingga ajal)
bagi pelaku yang masih terikat dalam pernikahan (muhshan) dan hukuman cambuk
seratus kali bagi pelaku yang masih tidak dalam pernikahan (ghair muhshan).
2. Sanksi yang diancamkan
atas orang yang melakukan perbuatan haram sebagaimana dimaksud angka 2 sampai
dengan 13 bagian pertama adalah ta’zir, yakni suatu bentuk hukuman yang jenis
dan kadarnya ditetapkan oleh pihak yang berwenang dengan syarat hukuman
tersebut dapat berfungsi sebagai zawajir dan mawanií (membuat pelaku menjadi
jera dan orang yang belum melakukan menjadi tidak berani melakukannya) .
Ketiga :
Rekomendasi
1. Mendesak kepada semua pihak
untuk segera menghentikan segala bentuk aktifitas yang diharamkan sebagaimana
dimaksud oleh bagian pertama fatwa ini dan melakukan taubat nasuha.
2. Mendesak dengan sangat
kepada semua penyelenggaraan pemerintah dan negara agar segera :
a. melarang dan
menghentikan segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini serta tidak
memberikan izin terhadap penyelenggaraan
b. tidak menjadikan
segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini sebagai sumber pendapat;
c. menetapkan segala
bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini, terutama perbuatan dimaksud angka 1
bagian pertama, sebagai delik biasa dan bukan delik aduan, dalam peraturan
perundang-undangan.
d. menetapkan sanksi atas
segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini, terutama perbuatan dimaksud angka
1 bagian pertama, dengan bentuk, jenis, dan kadar yang sejalan dengan tujuan
dan fungsi sanksi menurut hukum Islam, dalam peraturan perundang-undangan.
3. Mendesak kepada
seluruh lapisan masayarakat, terutama tokok agama agar turut serta secara aktif
dan arif menghentikan segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini,
terutama perbuatan dimaksud angka 1 bagian pertama.
Keempat : Ketentuan
Penutup
1. Agar semua lapisan
masyarakat dan setiap pihak terkait mengetahui fatwa ini, meminta kepada semua
pihak untuk menyebarkannya.
2. Fatwa ini berlaku
sejak tanggal ditetapkannya dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 25
Zulqa’dah 1421 H
19 Pebruari 2001 M
KOMISI FATWA MAJELIS
ULAMA INDONESIA
Ketua Umum
ttd.
K.H. MA’RUF AMIN
Sekretaris Umum
ttd.
DRSHASANUDIN,M.Ag.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar